Stunting adalah isu penting di Indonesia. Tahun-tahun belakangan, selain masalah obesitas, perhatian Pemerintah baru mengarah ke pencegahan stunting ini, sesuatu yang menjadi ancaman serius bagi generasi mendatang.
Stunting secara sederhana dimaknai sebagai kerdil akibat gagal tumbuh. Bukan soal hanya badan saja yang gagal tumbuh, hal itu mengakibatkan pada tidak sempurnanya perkembangan otak, dan mengakibatkan berbagai penyakit berbahaya pula. Saat pertama kali belajar mengenai stunting baru kuketahui bahwa penyakit-penyakit pembunuh seperti jantung itu diderita oleh sebagian besar orang miskin, bukan penyakit orang kaya seperti mitos yang beredar di masyarakat. Stunting penyebabnya. Itulah mengapa anak-anak muda di usia 20-an semakin banyak yang terkena penyakit jantung diakibatkan ketidaksempurnaan jantung tumbuh saat 1000 hari pertama kehidupan.
Perhatian Pemerintah saja tidak cukup. Butuh sinergi antar berbagai pihak untuk mencegah stunting ini. Pencegahan stunting harus dimulai sejak dini. Yakni sejak remaja, guna mempersiapkan mereka menjadi perempuan dewasa yang sehat.
Kenapa harus dari remaja? Bayangkan nih, menurut data yang diambil dari Riskesdas di tahun 2013, 22,7% remaja Indonesia mengalami masalah seputar gizi dan 52,5% mengalami defisiensi energi berat. Apa itu defisiensi energi berat? Defisiensi energi berat merupakan konsumsi energi yang kurang dari 70% dalam konsumsi makanan hariannya.
Bayangkan juga, pada tahun 2045, Indonesia akan menyongsong generasi emas. 100 tahun Indonesia medeka bertepatan di tahun 2045. Tahun tersebut warga yang berusia 1-39 tahun akan berusia 26-65 tahun. 2045 jumlah penduduk usia produktif diperkirakan sekitar 223 juta atau 70% dari total populasi yang mencapai 319 juta jiwa. Jumlah penduduk Indonesia tahun ini sekitar 273 juta di mana sekitar 186 juta (68%) merupakan penduduk usia produktif.
Strategi Pemerintah dalam Menurunkan Angka Stunting
Indonesia menargetkan dapat menurunkan jumlah kasus stunting sebesar 14 persen pada tahun 2024 dan data tahun 2019 menunjukkan bahwa jumlah kasus stunting masih sebesar 27,67 persen.
Stunting berpotensi memperlambat perkembangan otak, dengan dampak jangka panjang berupa keterbelakangan mental, rendahnya kemampuan belajar yang lebih jauhnya dapat menghambat pembangunan bangsa dan mengakibatkan jutaan orang di bawah kemiskinan yang seharusnya bisa dihindari. Target penurunan stunting ini harus ditangani dengan kerjasama, kerja keras dan kerja nyata agar tercapai.
“Ada 2 hal intervensi dalam penurunan angka stunting, yaitu intervensi spesifik dan sensitif, dan kementerian kesehatan memiliki tanggung jawab di intervensi spesifik. Yaitu dengan penguatan kapasitas SDM mulai dari tenaga kesehatan, guru hingga perangkat desa agar bisa melakukan tindak lanjut dengan tepat saat menemui kasus di lapangan,” kata MA Direktur Gizi Masyarakat Kemenkes, Dr. Dhian P. Dipo, dalam keterangan, Jumat (28/1/2022) dalam peringatan Hari Gizi Nasional.
Menurutnya, penurunan angka stunting dapat tangani dengan tepat dimulai dari data, yang kemudian diolah atau dituangkan dalam penyusunan strategi. Strategi nasional yang disusun Kementerian Kesehatan untuk mempertahankan angka stunting yang semakin menurun, yang kemudian didukung dan disinergikan dengan program yang dibentuk BKKBN. Edukasi juga tidak boleh berhenti untuk dilakukan dari waktu ke waktu, mengingat terus bertambahnya keluarga muda di setiap tahunnya, dengan pemahaman yang tepat, penanganan dan pencegahan bisa dilakukan sejak dini.
Tentunya orang tua juga memegang peranan penting dalam intervensi akan pencegahan stunting. Hal ini pun dapat didukung oleh para orang tua untuk turut serta mencapai target penurunan stunting, antara lain mulai dari memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, memberikan ASI Eksklusif, terus memantau tumbuh kembang anak dan selalu jaga kebersihan lingkungan.
“Salah satu langkah dini yang bisa diambil adalah bekerjasama dengan kementerian agama dan jajarannya, untuk harus mengidentifikasi calon pasangan yang menikah dan mengadakan pemeriksaan 3 bulan sebelum pernikahan untuk pengecekan lingkar lengan atas, tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh dan HB. Mulai dari 4 pemeriksaan tersebut yang akan menjadi program wajib,” ujar Kepala BKKBN RI, Hasto Wardoyo, dalam webinar Danone Indonesia yang berjudul “Bersama Cegah Stunting, Wujudkan Generasi Sehat di Masa Depan”, Rabu (26/1/2022).
Peran Danone Indonesia dalam Mencegah dan Mengatasi Stunting
Danone Indonesia turut serta mendukung gerakan pemerintah baik untuk mencegah dan mengatasi stunting. Berbagai langkah upaya dilakukan dengan berkolaborasi dengan para stakeholder untuk menjawab tantangan ini. Sejalan dengan misi Danone yakni membawa kesehatan ke sebanyak mungkin orang, kami berkomitmen penuh untuk membantu pemerintah dalam mengatasi permasalahan stunting di Indonesia demi terciptanya generasi emas Indonesia 2045.
“Selaku sektor swasta, kami berperan dalam berkontribusi untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang isu kesehatan dan nutrisi, membangun kesadaran publik akan pentingnya gizi seimbang, serta mendorong kreativitas dalam menjalankan pola hidup sehat maupun inovasi dalam hal kesehatan, terutama di masa pandemi ini,” ucap Communications Director Danone Indonesia, Arif Mujahidin.
Inisiatif ini dilakukan dimulai dengan membangun area kerja yang ramah keluarga hingga berbagai inisiatif berupa edukasi nutrisi dan gizi kepada masyarakat melalui berbagai program yang kami jalankan. Beberapa program ini diantaranya, Isi Piringku, AksiCegah Stunting, Warung Anak Sehat, Generasi Sehat Indonesia (GESID), Tanggap Gizi Kesehatan dan Stunting (Tangkas).
Karena itulah Danone Specialized Nutrition (SN) merilis GESID, berkolaborasi dengan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institute Pertanian Bogor (IPB). Panduan GESID untuk ditujukan untuk mempersiapkan generasi emas bebas stunting. Buku panduan ini juga berisi informasi kesehatan berupa edukasi gizi dan kesehatan remaha, anemia, malnutrisi, bagaimana mengatasi body image pada remaja, pendidikan karakter, isi piringku, dll.
Tiga Pilar Generasi Indonesia Sehat (GESID)
Narasumber dari acara tersebut, Prof. Anna, menjelaskan tiga pilar yang terdapat dalam buku panduan GESID, yaitu:
- Aku Peduli: membantu remaja untuk mengenali tubuhnya, mulai dari ciri-ciri pubertas, merawat kesehatan reproduksi, hingga tentang 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) dan bagaimana kondisi kesehatan saat mereka masih remaja ini akan memiliki dampak panjang di masa mendatang, saat mereka tumbuh dewasa dan menjadi orangtua.
- Aku Sehat: memberikan pemahaman mengenai peranan gizi bagi kesehatan dan kualitas hidup, serta gizi seimbang. Remaja diajak untuk mencermati kebutuhan gizi mereka, serta berbagai permasalahan gizi yang banyak terjadi pada remaja dan bagaimana menghindari atau mengatasinya.
- Aku Bertanggung Jawab: mengajak remaja memahami permasalahan sosial seperti pernikahan dini dan dampaknya. Selain itu, pilar ini juga menjelaskan proses pembentukan karakter pada remaja untuk membantu mereka membangun karakter yang positif.
Kalau selama ini kita belajar mengenai peran orang tua dalam tumbuh kembang anak, ternyata itu saja tidak cukup. Memang sudah zamannya, anak sendiri harus mempelajari dirinya sendiri. Terutama ketika mulai beranjak remaja. Pelajaran-pelajaran tentang kesehatan dirinya harus dimulai untuk membangun kepedulian pada pentingnya diri untuk wujudkan generasi sehat di masa depan. .