Bagaimana rasanya naik LRT di Palembang? Rasa penasaran itu akhirnya terjawab. Selama ini kami hanya melihat kereta tersebut melintas di atas rel layang di atas kami. Akhirnya beberapa waktu lalu, aku ajak anak-anakku mencoba bagaimana rasanya naik LRT di Palembang.
Kami naik dari stasiun Bumi Sriwijaya setelah makan-makan di Palembang Icon. Harga tiketnya Rp5.000. Kami naik ke tempat pembelian tiket dengan eskalator. Bagi yang pingin berolahraga, juga bisa naik tangga. Setelah membeli tiket, kami dipersilakan masuk, tapi belum boleh naik sekali lagi ke tempat menunggu kereta. Nanti, ada pemberitahuan bahwa kereta akan datang 5 menit lagi, barulah para penumpang dipersilakan naik ke tempat menunggu kereta di sisi rel. Beda dengan sistem KRL yang kita berjubel menunggu di sisi rel.
Rute yang kami pilih adalah sampai ke ujung arah Jakabaring. Di sana kami membeli tiket lagi sampai ke stasiun Asrama Haji. Di Asrama Haji kami dijemput oleh Kakak.
Memang sengaja kami hanya berniat mencoba rasa naik LRT di Palembang ini. Ternyata menyenangkan. Kereta tidak berdesak-desakan seperti di KRL. Memang ada penumpang yang berdiri tetapi tidak sampai penuh sekali. Di sepanjang perjalanan kami bisa melihat Palembang dari ketinggian.
Momen paling indah adalah saat LRT melewati sisi Jembatan Ampera. Itu pemandangannya luar biasa. Kayaknya buatku juga itu pengalaman pertama melihat lanskap pemandangan mobil-mobil di atas jembatan merah, perahu-perahu di atas sungai yang kecoklatan, keren sekali.
Anak-anak pun tak luput berteriak kegirangan. Pemandangan ini (melihat mereka bahagia) jauh lebih indah.
Kalau ada kurangnya, saat itu adalah sistem integrasi antarmoda. Sebagaimana diketahui, bahwa stasiun-stasiun LRT ini tidak spesifik. Hanya beberapa tempat besar dan bahkan kadang masih cukup jauh dari tujuan. Misalnya stasiun Puntikayu, stasiunnya berjarak lebih dari 1 km dari pintu masuk Puntikayu. Apalagi ke wilayah-wilayah lain. Di situlah sistem integrasi antarmodanya harus berjalan dengan baik dari dan ke kantong-kantong penumpang.
Namun pasti, Pemerintah Dinas Perhubungan Probinsi Sumatera Selatan terus berupaya meningkatkan pelayanan transportasi di Kota Palembang. Salah satunya dengan mengadopsi sistem integrasi antarmoda yang diterapkan pada jaringan transportasi Jabodetabek. Pengembangan pelayanan transportasi antarmoda/multimoda yang dilakukan Dishub Sumsel mengarah pada pelayanan yang berkesinambungan, tepat waktu dan dapat memberikan pelayanan dari pintu ke pintu. Hal ini semua dilakukan demi kenyamanan bertransportasi masyarakat Kota Palembang yang pada akhirnya Sumsel Maju Untuk Semua.
Sebagaimana Ngider Bareng Manghub, yang sering melakukan sosialisasi soal perhubungan, sebagai Bapak, saya pun merasa penting untuk mengajari anak soal kecintaan terhadap transportasi publik. Dunia ini sudah tidak sehat.
Ada beberapa nilai pula yang bisa ditanamkan saat mengajari anak naik transportasi publik:
- Kesabaran
Berbeda dengan menggunakan kendaraan pribadi, saat menunggu angkutan umum, anak harus rela menunggu sambil kepanasan, bersinggungan dengan orang lain, bahkan mungkin mencium aroma yang berbeda dari kerndaraan milik orang tuanya. Sewaktu mengajak si Kecil dulu, saya sempat hampir putus asa karena ia cukup rewel mengeluh lelah dan panas. Namun, saya yakin jika terus dilatih, lama kelamaan ia akan terbiasa dan kesabarannya pun akan tumbuh seiring dengan berjalannya waktu.
- Ketelitian
Di sini kita bisa mengajarkan anak soal rute-rute yang dilewati oleh kendaraan. Jumlah dan nama stasiun. Dan betapa kita harus teliti di mana kita harus turun agar sampai ke tujuan.
- Kehati-hatian
Biar lambat asal selamat. Keamanan berkendara menjadi acuan. Di transportasi publik tidak boleh pecicilan. Dalam hal naik kereta misalnya, harus hati-hati saat melangkah ke gerbong. Di dalam gerbong bila berdiri harus berpegangan. Jaga barang-barang yang dibawa karena tidak semua orang itu baik.
Bagaimana bapak-bapak, sudah ajak naik apa saja nih?