Tidak sedikit para bapak yang lupa perannya dalam rumah tangga, terutama dalam membangun aspek sosial emosional bagi anak-anaknya. Pola pikir yang serba patriarkis seringkali menempatkan peran bapak menjadi hanya pencari nafkah sehingga luput memperhatikan tumbuh kembang anaknya. Pergi pagi, pulang malam, untuk mencari penghidupan. Lalu menyerahkan sepenuhnya urusan anak-anak ke para ibu.
Pandemi yang melanda dunia sejak awal tahun 2020 membuat banyak hal berubah. Para bapak banyak bekerja dari rumah. Anak-anak pun bersekolah dari rumah. Hal ini menuntut adanya interaksi yang ideal antara tiap anggota keluarga karena lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Hal ini menjadi perhatian penting, selain juga bagaimana kini, kita masuk masa transisi, ketika para anggota keluarga sudah mulai banyak beraktivitas kembali di luar rumah.
Pada dasarnya, peran bapak dalam perkembangan sosial emosional anak seharusnya sudah dimulai sejak anak lahir, yang mewajibkan tingkat keterlibatan, kedekatan hubungan, dan kualitas interaksi dengan anak bisa berdampak positif bagi keterampilan bergaul anak di masa depan. Sebuah literatur dari University of South Florida menjelaskan bahwa anak dari bapak yang penuh perhatian, cepat merespons terhadap tangisan dan komunikasi anak, serta sering mengajak bermain dengan hangat sejak bayi, cenderung tumbuh menjadi anak yang lebih supel dan disukai dalam pergaulan.
Menyambut kehangatan Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada tanggal 29 Juni lalu, Danone Indonesia menyelenggarakan kegiatan webinar yang mengangkat tema Kiat Keluarga Indonesia Optimalkan Tumbuh Kembang Anak di Masa Transisi dengan menghadirkan pembicara dr. Irma Ardiana, MAPS Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH, dan Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri.
Di dalam webinar tersebut, dijabarkan keluarga Indonesia bisa saja mengalami kendala dalam masa transisi ini. Sedikit banyak, ada pengaruh terhadao emosional, mental, dan perkembangan terutama pada anak. Anak-anak usia dini kehilangan tingkat interaksi yang merupakan tonggak penting bagi perkembangan sosial emosionalnya. Orang tua termasuk para bapak maupun anak dituntut mulai memiliki rutinitas baru dan lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan sosial menuntut adanya upaya adaptif. Tiap keluarga diharapkan dapat merespons secara memadai terhadap perubahan yang diperlukan dan menguatkan fungsi-fungsi keluarga agar mampu menghadapi situasi yang tidak diinginkan.
Data yang ada alhamdulillah sudah baik. Mengenai pola asuh, survei BKKBN mengungkapkan bahwa selama pandemi COVID-19, 71,5% pasangan suami istri telah melakukan pola asuh kolaboratif, 21,7% mengatakan istri dominan, dan 5,8% hanya istri saja. Di sini para bapak sudah semakin sadar untuk berkolaborasi dalam hal mengasuh anak. Namun, di sisi lain, data UNICEF menyebutkan bahwa selama pandemi orang tua mengalami tingkat stress dan depresi yang lebih tinggi, serta menilai pengasuhan anak di rumah saja memiliki risiko tersendiri. Kondisi ini sangat mungkin menghambat kemampuan orang tua untuk mengatasi emosi dan kebutuhan psikologis anak.
Nah, sebenarnya apa saja yang penting dilakukan para bapak dalam mengasuh anak? Di sini, ada beberapa situasi yang bisa menjadi contoh bagaimana peran bapak begitu penting dalam aspek sosial emosional anak.
Pertama, dalam kemampuan pengendalian diri. Kebersamaan bapak dan anak yang lebih sering sepatutnya membuat bapak dan anak bermain bersama. Dalam keseruan permainan itulah, dinamika interaksi antara bapak dan anak saat bermain rupanya bisa mempengaruhi kemampuan pengendalian diri dan emosi anak. Contoh interaksi yang memberikan dampak positif saat bapak dan anak bermain di antaranya adalah ketika sang bapak pandai menyesuaikan intensitas permainan dengan mood dan kondisi anak, seperti melambat saat anak tampak mulai overstimulasi dan peka terhadap ekspresi wajah anak yang ingin permainan lebih lembut. Lewat interaksi yang tepat, anak belajar mengenali dan mengekspresikan sinyal emosional yang tepat untuk menjaga hubungan baik. Sang anak juga belajar cara mengendalikan emosinya agar tidak sedih, marah, atau cuek secara berlebihan, sehingga di masa depan cenderung menjadi pribadi yang lebih tangguh.
Kedua, dalam kemampuan menghadapi konflik. Hubungan erat serta komunikasi yang lancar dan terbuka antara bapak dan anak adalah salah satu kunci penting untuk membangun kemampuan menghadapi konflik dalam hubungan secara sehat dan bijak. Dalam sebuah artikel di childandfamilyblog.com, profesor psikologi perkembangan anak Prof. Ross D. Parke, mengungkap anak yang dekat dengan sang bapak cenderung mendapatkan lebih banyak masukan dan contoh tentang cara memperbaiki hubungan serta memecahkan masalah dan menebus kesalahan yang pernah dilakukan. Selain itu, sang anak juga banyak belajar dari contoh yang ditunjukkan dari interaksi serta sikap bapak dan ibu saat bekerja sama dalam mengatasi masalah atau konflik.
Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Irma Ardiana, MAPS menerangkan bahwa gaya pengasuhan memengaruhi perkembangan kognitif, emosional, dan sosial anak. Pengasuhan bersama menekankan komunikasi, negosiasi, kompromi, dan pendekatan inklusif untuk pengambilan keputusan dan pembagian peran keluarga. “Pengasuhan bersama antara ayah dan ibu menawarkan cinta, penerimaan, penghargaan, dorongan, dan bimbingan kepada anak-anak mereka. Peran orang tua yang tepat dalam memberikan dorongan, dukungan, nutrisi, dan akses ke aktivitas untuk membantu anak memenuhi milestone aspek perkembangan merupakan hal yang penting. Dalam konteks percepatan penurunan stunting, pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi sangat penting untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan psiko-sosial sejak janin sampai dengan anak usia 23 bulan. Peran Tim Pendamping Keluarga menjadi krusial untuk mendampingi keluarga berisiko stunting dalam pemberian informasi pengasuhan di Bina Keluarga Balita. Pola asuh yang tepat dari orangtua dinilai mampu membentuk anak yang hebat dan berkualitas di masa depan.”
Dalam webinar tersebut, Dokter Spesialis Tumbuh Kembang Anak Dr. dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), MPH menjelaskan bahwa aspek sosial dan emosional sangat penting bagi anak untuk mencapai semua aspek kehidupannya dan bersaing di fase kehidupan selanjutnya dimulai dari remaja hingga lanjut usia. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memiliki pemahaman yang baik mengenai perkembangan sosial emosional anak khususnya di masa transisi pasca pandemi saat ini. “Bagi anak-anak, kebingungan menghadapi perubahan ruang dan rutinitas baru saat kembali menjalani kehidupan dan interaksi sosial dapat meningkatkan masalah sosial-emosional yang dampaknya bisa berbeda tergantung dengan usia anak dan dukungan dari lingkungannya. Gangguan perkembangan emosi dan sosial dapat mempengaruhi terjadinya masalah kesehatan di masa dewasa, seperti gangguan kognitif, depresi, dan potensi penyakit tidak menular.”
Dokter Bernie juga menjelaskan mengenai fakta bahwa perkembangan emosi dan sosial berkaitan erat dengan kecerdasan otak dan sistem pencernaan yang sehat. Ketiganya saling terkait dan berpengaruh signifikan terhadap tumbuh kembang anak agar anak dapat tumbuh menjadi anak hebat. “Agar anak-anak dapat beradaptasi kembali dengan normal, memiliki keterampilan sosial-emosional yang memadai, serta memiliki kemampuan berpikir yang baik, maka orang tua perlu memantau perkembangan sosial emosional anak secara berkala serta memberikan stimulasi dan nutrisi yang tepat.” ungkap dr. Bernie.
Di kesempatan yang sama, Ibu Inspiratif Founder Joyful Parenting 101 Cici Desri menceritakan pengalamannya saat mempersiapkan si Kecil menghadapi transisi untuk kembali berinteraksi dengan lingkungan sosial. “Setelah menjalani pembatasan sosial selama hampir dua tahun, saya melihat ada banyak tantangan yang dihadapi si Kecil untuk kembali bersosialisasi dengan dunia luar. Proses adaptasi pun tidak selalu berjalan dengan mudah, mulai dari kekagetan si Kecil yang bertemu dengan banyak orang baru, beraktivitas dan berinteraksi dengan banyak orang membuat si kecil kadang juga menjadi frustasi. Menghadapi hal tersebut, saya dan suami mengambil bagian dalam pengasuhan dan memperkuat keterlibatan dengan si Kecil terlebih pada fase transisi saat ini,” kisah Cici.
Tentang Specialized Nutrition Indonesia
Danone Specialized Nutrition (SN) Indonesia adalah bagian dari Danone Global yang fokus dalam penyediaan nutrisi di Indonesia untuk praktik konsumsi makanan dan minuman yang lebih berkelanjutan, serta mendorong Indonesia yang lebih sehat. Danone SN Indonesia berfokus pada komitmen untuk menyediakan nutrisi untuk setiap tahapan penting kehidupan, terutama untuk 3.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Danone SN Indonesia beroperasi melalui 4 perusahaan, yaitu PT Sarihusada Generasi Mahardhika, PT Nutricia Indonesia Sejahtera, PT. Sugizindo, dan PT. Nutricia Medical Nutrition. Saat ini, Danone SN Indonesia memiliki 1 kantor pusat, 4 pabrik, dan 31 kantor wilayah yang tersebar di seluruh Indonesia, didukung oleh 2.458 karyawan.
Danone SN Indonesia mendukung perkembangan kesehatan ibu dan anak dengan menghadirkan produk bergizi yang dibutuhkan ibu dan anak melalui kegiatan riset dan pengembangan produk yang inovatif seperti SGM Eksplor, SGM Bunda, Lactamil, Bebelac, Nutrilon Royal, dan nutrisi medis khusus. Selain dengan produk bernutrisi, Danone SN Indonesia juga melakukan upaya mengatasi masalah kesehatan melalui berbagai kegiatan edukasi dan kolaborasi, tentang pentingnya kesehatan dan gizi, antara lain: Program Bicara Gizi, Program Pencegahan Stunting, Isi Piringku, Bunda Mengajar, dan Rumah Bunda Sehat.
Danone SN Indonesia berkomitmen mewujudkan praktik bisnis yang berkelanjutan yang berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Saat ini, Danone SN Indonesia berfokus dalam membangun visi dan komitmen 2025 dengan tetap patuh terhadap peraturan maupun undang-undang di bidang lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Danone SN Indonesia terus berupaya memberdayakan sekaligus mengedukasi masyarakat melaluI program-program yang bertujuan untuk mengembangkan kesehatan dan gizi, mengoptimalkan pendidikan anak usia dini, mengembangkan ekonomi lokal, dan memperjuangkan kesetaraan. Program-program tersebut antara lain Generasi Sehat Indonesia (GESID), Taman Pintar, Bunda Mengajar dan Duta 1000 Pelangi.
1 Comment. Leave new